Saturday, November 23, 2024
   
TEXT_SIZE

Waspadai Dua Ancaman Terhadap Ideologi Pancasila

Kudus -  “Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), berpotensi mengalami ancaman-ancaman yang melemahkannya. Ancaman tersebut tidak hanya datang dari luar negeri (eksternal), namun juga bisa datang dari dalam negeri sendiri (internal).”

            Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Staf Kodam (kasdam) IV/Diponegoro, Brigjen TNI Ibnu Darmawan dalam seminar kebangsaan bertajuk “Membangun Generasi Muda yang Berjiwa Nasionalisme dengan Mengimplementasikan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa” yang diselenggarakan Resimen Mahasiswa (Menwa) Batalyon 923 Gondo Wingit Universitas Muria Kudus (14/5).

            Di dalam masyarakat yang sangat pluralistik seperti Indonesia, lanjut Brigjen Ibnu, mobilisasi untuk mencapai tujuan negara secara musyawarah dan mufakat sangat sulit. NKRI saat ini mengalami ancaman yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

            “Ancaman dari dalam negeri antara lain munculnya pemikiran federalisme di benak sementara orang, gagasan memperluas daerah otonomi khusus tanpa alasan yang jelas, hingga persoalan-persoalan yang muncul di wilayah perbatasan dengan negara lain.”

            Beliau menambahkan, dari luar negeri ancaman yang muncul antara lain berupa usaha-usaha negara lain membantu gerakan sparatis di Indonesia, klaim negara tetangga terhadap beberapa wilayah kepulauan RI serta “Ilegal fishing”. Menghadapi ancaman ini, maka Pancasila menjadi ideologi dan dasar negara yang sangat penting dalam mengikat berbagai wilayahnya yang terdiri dari ribuan pulau-pulau dalam wadah negara.

            Narasumber lain, Dr. Edi Santosa staf pengajar UNDIP mengemukakan pentingnya Indonesia memiliki pemimpin yang mempunyai sikap seorang negarawan sejati.

            “Seorang negarawan memiliki karakter moral yang pasti, memiliki watak baik, melakukan aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat, negara dan bangsanya, serta bisa menjadi teladan bagi pengikutnya,” papar Dr. Edi mengutip tesis Aristoteles.

            Sementara fakta yang terjadi saat ini, lanjut Dia, seseorang bisa dengan mudah menjadi pemimpin (meraih kekuasaan – Red), dengan berbagai macam cara yang ditempuh, termasuk dengan membeli suara (politik uang).

 "Partai politik yang begitu banyaj dalam sistem demokrasi Indonesia saat ini, telah gagal mencetak kader pemimpin berkarakter negarawan. Partai cenderung merekrut pemimpin dari kalangan elit parpol yang belum tentu merupakan seorang negarawan yang teruji sebagai pemimpin berintegritas", jelas Dr. Edi.

 

 

 

COMMUNITY

Materi Pelatihan