Tuesday, December 24, 2024
   
TEXT_SIZE

Sejarah Kopertis

Sejarah perkembangan Kopertis dimulai dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1/PK/1968 tanggal 17 Februari 1968 yang berlaku surut mulai tanggal 10 Oktober 1967 berdasarkan keputusan tsb diatas dibentuk Koordinator Perguruan Tinggi ( KOPERTI ) yang mempunyai fungsi sebagai aparatur konsultatif dengan Kepala Kantor Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan setempat

Pada  tahun 1967 dibentuk 7 KOPERTI di seluruh  Indonesia terdiri dari :

NO.

K O P E R T I

WILAYAH

1.

Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah 1

Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Riau

2.

Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah II

Jakarta Raya, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Bengkulu dan Kalimantan Barat;

3.

Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah III

Jawa Barat

4.

Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah IV

Istimewa Yogyakarta, Surakarta dan Kedu

5.

Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah V

Keresidenan Pati, Semarang, Pekalongan dan Banyumas

6.

Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah VI

Jawa Timur, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Nusa  Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur

7.

Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah VII

Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya

Sehubungan dengan makin bertambahnya pendirian perguruan tinggi terutama Perguruan Tinggi Swasta di Wilayah, maka Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Keputusan  Nomor 079/O/1975 tanggal 17 April 1975 yang intinya membatasi ruang lingkup kerja Koordinator Perguruan Tinggi,  khususnya untuk memberikan pelayanan kepada  Perguruan Tinggi Swasta maka Koordinator Perguruan Tinggi ( KOPERTI) di rubah menjadi Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (KOPERTIS).

Namun demikian, walaupun pengelolaan yang dilakukan oleh Kopertis khususnya untuk Perguruan Tinggi Swasta,  dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari hubungan kerja dengan Perguruan Tinggi Negeri ( PTN ) karena dalam beberapa hal terdapat kerjasama yang sangat penting, misalnya dalam pembentukan  Panitia Ujian Negara bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta.

Dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan di bidang pengelolaan Perguruan Tinggi Swasta , Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan surat keputusan  Nomor : 062/O/1982 dan Nomor 0135/O/1990 tanggal 15 Maret 1990, tentang Organisasi dan Tata Kerja Koordinator Perguruan Tinggi Swasta yang didalamnya selain mengatur susunan organisasi dan tata kerja Kopertis juga merubah Wilayah kerja dari 7 Wilayah  menjadi 12 Wilayah  terdiri dari :

NO.

K O P E R T I S

WILAYAH

1.

Koordinator Perguruan Tinggi  Swasta Wilayah I di Medan

Sumatra Utara dan daerah Istimewa Aceh

2.

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah II di Palembang

Sumatra Selatan, Lampung dan Bengkulu

3.

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah III di Jakarta

Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta

4.

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah IV di Bandung

Jawa Barat dan Banten

5.

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah V di Yogyakarta

Daerah  Istimewa Yogyakarta

6.

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VI di Semarang

Jawa Tengah

7.

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII di Surabaya

Jawa Timur

8.

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta
Wilayah VIII  Denpasar

Bali, Nusatenggara Timur

9.

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta
Wilayah IX di Ujung Pandang

Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara

10.

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta
Wilayah X di Padang

Sumatra Barat, Riau dan Jambi

11.

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta
Wilayah XI di Banjarmasin

Kalimantan Selatan, kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah

12.

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta
Wilayah XII di Ambon

Maluku dan Irian Jaya

Perkembangan Pendidikan Tinggi menuntut adanya otonomi yang lebih luas sehingga proses pendidikan dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien dan pengelolaan perguruan tinggi dituntut memenuhi akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah. Maka pada tahun 2001 keluar Surat Keputusan  Mendiknas  nomor 184/U/2001 tentang Pedoman Pengawasan – Pengendalian dan Pembinaan Program Diploma, Sarjana dan Pascasarjana di Perguruan Tinggi , dimana dengan berlakunya keputusan ini, keputusan dan segala ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku :

  1. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 020/U/1986 tentang Ujian Negara Bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta
  2. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0198/U/1987 tentang Penyelenggaraan Ujian Sendiri Bagi Perguruan Tinggi Swasta Berstatus Disamakan
  3. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 023/U/1993 tentang Pembinaan Fakultas Kedokteran di Perguruan Tinggi Yang  Diselenggarakan Masyarakat
  4. Diktum Pertama angka 5, 6, dan 7, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 324/U/1997 tentang Pemberian Wewenang Kepada Pejabat Tertentu di Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Untuk Mengesahkan Salinan Atau Fotocopy Ijazah/Surat tanda Tamat Belajar dan Surat Keterangan Pengganti Atau Dokumen Lainnya yang Berpenghargaan Sama Dengan Ijazah/Surat  Tanda Tamat Belajar;
  5. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 295/U/1998 tentang Tidak Berlakunya Beberapa Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bagi Perguruan Tinggi Yang Telah Diakreditasi;
  6. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 19/DIKTI/Kep/1986; tentang Pedoman Pelaksanaan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 020/U/1986 tentang Ujian Negara bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta;
  7. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 357/D/0/1989 tentang Memberlakukan ljazah Bagi Lulusan Perguruan Tinggi Swasta Terdaftar, Diakul, Disamakan;
  8. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 75/DIKTI/Kep/1993, tentang Ujian Negara bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran di Lingkungan Perguruan Tinggi Swasta;
  9. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 421/DIKTI/Kep/I996; tentang Persyaratan dan Tata cara Ujian Negara bagi Mahasiswa Program Sarjana dan Diploma Perguruan Tinggi Swasta;
  10. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 304/DIKTI/Kep/1998; tentang Tindak Lanjut Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 188/U/1998 tentang Akreditasi Program Studi pada Perguruan Tinggi untuk Program Sarjana;
  11. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 314/DIKTI/Kep/1998; tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan terhadap program studi yang tidak Terakreditasi untuk program Sarjana di Perguruan Tinggi;
  12. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 347/DIKTI/Kep/I998; tentang Persyaratan dan Tata cara Ujian Pengawasan Mutu bagi Mahasiswa Program Pasca Sarjana Program Magister Perguruan Tinggi Swasta,
  13. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 374/DIKTI/Kep/1998; tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Pengawasan Program Studi yang Terakreditasi untuk Program Sarjana di Perguruan Tinggi

Sebagai pelaksannaan dari pasal 5 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 184/U/2001 dan dengan keluarnya SK Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi  Nomor 08/DIKTI/Kep/2002 tanggal 6 Februari 2002 tentang Petunjuk Teknis  serta perubahan dan peraturan tambahan pada SK Nomor 34 /DIKTI/Kep/2002 tanggal 3 Juli 2002, maka setiap perguruan tinggi wajib melaporkan proses belajar mengajar setiap program studinya selambat lambatnya 1 (satu) bulan terhitung sejak akhir semester kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan bagi Perguruan Tinggi Swasta melalui Kopertis sesuai dengan Pedoman Evaluasi Kelayakan Penyelenggaraan Program Studi Atas Dasar Evaluasi Diri sebagaimana dalam lampiran Keputusan ini dengan menggunakan perangkat media data penyimpanan elektronik tanpa lampiran.”

Kopertis wajib mengolah data elektronik perguruan tinggi swata dan menyampaikan rekapitulasi hasil pengolahan tersebut kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak akhir semester

Berdasarkan hasil pengolahan data Perguruan Tinggi Swasa selama 4 (empat) semester, Kopertis merekomendasikan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi untuk mengambil tindakan dalam rangka Pengawasan – Pengendalian dan Pembinaan sebagaimana diatur dalam pasal 30 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 234/U/2000 dengan sanksi administratif terberat berupa penutupan Program Studi dan/atau Perguruan Tinggi.

 

COMMUNITY

Materi Pelatihan